Menu

gambar boleh diambil

Sabtu, 14 Februari 2009

Pemahaman Masyarakat terhadap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Pendahuluan

Propenas Tahun 2000-2004 menuntut IPTEK berperan dalam percepatan pemulihan ekonomi untuk memperkuat landasan pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan serta membangun kesejahteraan rakyat dan ketahanan budaya. Pembangunan IPTEK ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka membangun peradaban bangsa. Pembangunan IPTEK tidak saja penting sebagai sumber pertumbuhan dan daya saing ekonomi, tetapi juga sumber terbentuknya iklim inovasi dan menjadi landasan bagi tumbuhnya kreativitas sumber daya manusia. IPTEK menentukan tingkat efektivitas dan efisiensi proses transformasi sumber daya menjadi sumber daya baru yang lebih bernilai. Terlihat cukup jelas bahwa masa depan pembangunan ekonomi suatu negara semakin banyak bersandar pada inovasi dalam IPTEK. Tanpa kemampuan melakukan strategi komunikasi yang memadai dan didukung informasi ilmiah ke dalam sebuah tahapan pengambilan keputusan, perkembangan suatu negara di masa depan dapat terhambat. Ketika memegang jabatan perdana menteri pertama India pasca kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1947, Jawaharlal Nehru menyusun sebuah portofolio IPTEK untuk India yang kemudian diteruskan oleh Rajiv Gandhi yang berisi rancangan integrasi perencanaan ilmiah dengan perencanaan ekonomi pada tahun 1971.

IPTEK memegang peranan penting bagi negara-negara berkembang dalam proses peningkatan standar hidup, kesejahteraan, dan melindungi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati. Negara-negara berkembang menghadapi berbagai tantangan jangka pendek dan jangka panjang. Perubahan penggunaan lahan melalui penggundulan hutan dan perubahan lahan pertanian akibat aktivitas sosio-ekonomi di daerah tangkapan air di hulu, telah menyebabkan terjadinya berbagai kerusakan lingkungan dan infrastruktur akibat bencana yang ditimbulkannya. Kerusakan lingkungan di daerah tangkapan air, menyebabkan kelangkaan air bersih di berbagai negara, selain bencana banjir ketika musim penghujan.

Komunikasi IPTEK

Pada abad ke-17, Robert Boyle adalah salah satu ilmuwan pertama yang melakukan percobaan ilmiah untuk menguji hipotesisnya. Dia berasumsi bahwa masyarakat akan mempercayai suatu penemuan ilmiah baru apabila penemuan tersebut dapat divisualisasikan kepada masyarakat. Boyle kemudian mengundang beberapa orang ke laboratoriumnya dan menjelaskan penemuan ilmiahnya. Boyle meyakini bahwa sebuah percobaan ilmiah dapat sahih apabila masyarakat mempercayai apa yang mereka lihat, dan mereka dapat menguji hipotesis dan metodologi yang digunakan pada eksperimen ilmiah. Boyle juga berasumsi bahwa percobaan ilmiah yang dipresentasikan secara visual menghasilkan pengetahuan baru tidak hanya kepada yang menyaksikan, namun juga kepada lingkungan sosial yang lebih luas.

Komunikasi IPTEK terhadap masyarakat dan pemahaman masyarakat terhadap IPTEK merupakan subyek riset yang relatif baru di lingkungan akademis, namun berkembang untuk dipelajari lebih lanjut untuk mendukung proses pengambilan kebijakan publik. Pemahaman yang baik terhadap dinamika kompleksitas IPTEK dan interaksi IPTEK dengan masyarakat, berguna dalam peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap IPTEK dan akhirnya berkembang menjadi suatu sistem pengelolaan dan kontrol sosial masyarakat terhadap IPTEK. Beberapa istilah telah digunakan dalam pendefinisian komunikasi IPTEK antara lain: pemahaman publik terhadap IPTEK, kesadaran publik terhadap IPTEK, dan difusi sosial terhadap IPTEK. Sejalan dengan waktu, tujuan utama komunikasi IPTEK berkaitan dengan tiga aspek utama. Pertama, aspek politik. Hasil akhir suatu inovasi IPTEK mempunyai spesifikasi tersendiri di dalamnya, yaitu terminologi, institusi, sistem verifikasi, dsb. Spesifikasi tersebut akhirnya membangun sebuah pembatas tidak terlihat antara IPTEK dengan masyarakat. Komunikasi IPTEK bertujuan untuk mencapai suatu keterkaitan antara masyarakat dengan IPTEK. Aspek kedua adalah aspek kognitif. Dalam komunikasi IPTEK, perangkat komunikasi atau penyampai informasi yang digunakan akan disesuaikan untuk menciptakan jaminan terjadinya pemahaman dan penerimaan masyarakat awam terhadap IPTEK. Sedangkan aspek ketiga adalah aspek kreativitas, yang membantu perkembangan kecerdasan dan kapabilitas masyarakat sehingga menghasilkan kemampuan dalam mengintegrasikan IPTEK ke kehidupan sehari-hari.

Teori Komunikasi IPTEK

Massimiano Bucchi, seorang ilmuwan sosiologi, menekankan pendekatan alternatif komunikasi IPTEK. Bucchi bergumen mengenai pentingnya penerjemahan linguistik dalam proses alih informasi dari ilmuwan kepada masyarakat. Dia memformulasikan suatu teorema yang disebut communication continuum (Gb.1), untuk memberikan argumentasi terhadap model linier komunikasi dimana penerima informasi bersikap pasif. Dia mengindentifikasikan bentuk-bentuk komunikasi IPTEK menjadi empat tingkatan utama.

Tingkatan pertama. Merupakan tingkatan dengan dimensi tertinggi, yaitu tingkatan Intraspesialistik yang merupakan bentuk komunikasi dan penyampaian infomrasi di antara ahli-ahli dalam bidang riset spesifik yang sama. Contohnya, artikel di sebuah jurnal ilmiah.
Tingkatan kedua, adalah tingkatan Interspesialistik, merupakan bentuk komunikasi antara ahli-ahli dalam suatu disiplin keilmuan yang sama, namun berbeda dalam topik riset. Contohnya, artikel interdisipliner dalam jurnal ilmiah.
Tingkatan ketiga, yaitu tingkatan Pedagogik. Dalam tingkatan ini, teorema dan postulat suatu topik ilmiah telah berkembang maju dan dapat dikonsolidasikan menjadi sebuah kumpulan teorema dan postulat yang akurat.
Tingkatan keempat, yang merupakan tingkatan terakhir, adalah tingkatan Populer. Contoh yang cukup umum adalah artikel ilmiah singkat dalam surat kabar atau majalah umum, maupun film dokumenter ilmiah di saluran TV. Dalam tingkatan ini, bentuk komunikasi IPTEK disajikan ke dalam visualisasi gambar-gambar metafora dengan bahasa yang mudah dipahami publik.



Gb 1. Communication Continuum



Presepsi Masyarakat terhadap IPTEK

IPTEK memainkan peran penting sebagai sebuah agen pembaharu di masyarakat. Sebagai bangsa yang bergerak ke arah ekonomi berbasis pengetahuan, dibandingkan ekonomi berbasis sumber daya alam sesuai dengan paradigma tekno-ekonomi, IPTEK menjadi landasan keberhasilan pembangunan ekonomi yang didukung oleh kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia yang kompetitif. Kekuatan bangsa diukur dari kemampuan IPTEK sebagai faktor primer ekonomi menggantikan modal, lahan dan energi untuk peningkatan daya saing. UU No. 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan IPTEK mengamanatkan tanggung jawab penelitian bukan lagi monopoli pemerintah, tapi juga menuntut peran serta masyarakat. Sehingga, masyarakat pada akhirnya dituntut mempunyai wawasan memadai untuk memahami IPTEK. IPTEK akan berkembang secara cepat dan diskusi mengenai isu-isu yang timbul dari perkembangan tersebut sangat penting. Beberapa negara di belahan benua eropa telah mengalami berbagai tantangan dalam menangani isu-isu kontroversial, contohnya: rekayasa genetika. Negara-negara tersebut memperoleh pelajaran berharga dalam usahanya untuk memperkenalkan dan melibatkan masyarakat umum terhadap IPTEK. Masyarakat dengan tingkat pendidikan lebih tinggi akan berargumen bahwa IPTEK sangat esensial untuk masyarakat yang berpendidikan lebih rendah, namun seperti yang diungkapkan Waldegrave, ”Some see science, and the method of science, as systematically destructive of everything which makes life worth living.”. Pendapat serupa diungkapkan oleh Carl Sagan, ”It is suicidal to create a society dependent upon S&T in which hardly anybody knows about S&T.”.

Dalam masyarakat yang dinamis, sikap dan pandangan lebih penting daripada proses penerimaan suatu informasi bernuansa IPTEK. Individu di dalam suatu komunitas masyarakat akan bersikap atau bereaksi terhadap suatu situasi dan kondisi sosial tergantung segi kualitas materi informasi IPTEK. Sehingga strategi komunikasi IPTEK mempunyai ruang lingkup lebih luas dan mencakup aspek interaksi antara masyarakat dengan IPTEK. Studi mengenai pendekatan dan indikator pemahaman masyarakat tentang IPTEK umumnya terdiri tiga unsur pokok yang saling berkaitan antara satu sama lain: ketertarikan, pengetahuan, dan perilaku (Gb. 2).

Indikator unsur ketertarikan bertujuan untuk mengukur hubungan masyarakat dengan perkembangan IPTEK. Indikator pengetahuan bertujuan untuk mengukur tingkatan pemahaman masyarakat terhadap perkembangan IPTEK. Indikator ini berkaitan dengan hubungan antara IPTEK dan media massa yang juga mengukur derajat keberhasilan komunikasi IPTEK terhadap masyarakat dan mengetahui sumber informasi yang paling sering digunakan masyarakat untuk mendapatkan informasi IPTEK, seperti TV, radio, koran, majalah, internet, museum, dll. Sedangkan indikator perilaku mencakup perilaku dan penerimaan masyarakat terhadap proses pendanaan suatu inovasi IPTEK serta presepsi masyarakat terhadap keuntungan dan resiko penerapan inovasi IPTEK tersebut. Namun studi-studi tersebut menghadapi kendala bagaimana mendesain langkah evaluasi dan interpretasi presepsi dan pemahaman masyarakat terhadap IPTEK, atau umumnya disebut budaya IPTEK. Terdapat beberapa model pendekatan yang berkembang untuk memahami presepsi dan pemahaman masyarakat terhadap IPTEK.




Gb 2. Indikator IPTEK



Model Komunikasi IPTEK

Model komunikasi IPTEK yang berkembang s.d. saat ini dikenal sebagai ”model difusi linier” atau juga dikenal sebagai ”model defisit” (Gb. 3), yang merupakan ciri khas masyarakat Anglo-Saxon dalam mempelajari komunikasi IPTEK. Model defisit berlandaskan hipotesis bahwa pengetahuan bernuansa IPTEK mempunyai parameter yang dapat mengukur seberapa banyak suatu informasi IPTEK dapat diserap oleh setiap individu. Model defisit juga mengasumsikan bahwa masyarakat adalah peserta pasif yang mempunyai knowledge gap dan sepatutnya diisi dengan informasi IPTEK. Model ini merupakan top-down model dimana pengetahuan ilmiah hanya berjalan satu arah, dari ilmuwan kepada masyarakat. Dengan demikian model ini merupakan model linier seperti yang biasa digunakan di masa lampau untuk menganalisa kemajuan IPTEK. Model defisit hanya dapat menjelaskan secara parsial kompleksitas pemahaman dan presepsi masyarakat terhadap IPTEK. Sehingga terdapat terdapat beberapa kelemahan subtansial, antara lain:

Dengan memperlakukan masyarakat mempunyai respon pasif dalam pemahaman dan presepsi terhadap IPTEK, model defisit tidak dapat memberikan motivasi atau pengertian aktif-konstruktif dalam pengolahan informasi IPTEK terhadap masyarakat
Model defisit tidak memperlakukan budaya IPTEK sebagai suatu proses dinamis dan sosial tapi lebih menekankan pada karakteristik individu penerima pengetahuan IPTEK. Bertolak belakang terhadap kenyataan bahwa pemahaman masyarakat terhadap IPTEK bergantung kepada konteks sosial dimana informasi IPTEK menjadi lebih operasional.
Model defisit juga memperlakukan komunikasi IPTEK hanya sebagai alur komunikasi satu arah namun tidak memperhitungkan proses timbal balik yang dinamis.
Model defisit mendapat kritik dalam beberapa dekade belakangan. Sehingga, terdapat beberapa alternatif model pendekatan yang berkembang untuk melengkapi kekurangan model defisit, antara lain:

Model kontekstual. Model ini sering digunakan dalam studi respon dan presepsi masyarakat terhadap resiko IPTEK, yang menekankan bahwa individu penerima informasi IPTEK bukan sebagai entitas pasif. Namun individu tersebut melakukan proses reinterpretasi dalam konteks budaya dan nilai yang berkembang di sekitarnya.
Lay expertise model. Model ini mengedepankan peran kearifan lokal dan adat istiadat masyarakat yang beragam dalam interpretasi dan mendayagunakan informasi IPTEK.
Model partisipasi masyarakat. Model ini melihat bahwa ketidakmampuan masyarakat untuk memahami IPTEK disebabkan oleh wawasan dan pengertian yang berkembang di masyarakat akibat pengaruh budaya dan adat, daripada menyalahkan masyarakat secara langsung. Sehingga proses komunikasi IPTEK tidak hanya memberikan informasi IPTEK semata, namun lebih membangun pemikiran kritis yang memungkinkan masyarakat untuk mengevaluasi perkembangan IPTEK sesuai dengan relevansi sosial.
Model jaring. Model ini menyoroti interaksi kompleks yang saling mempengaruhi antara komunikasi IPTEK di antara ilmuwan dan komunikasi IPTEK terhadap masyarakat.


Gb 3. Model defisit.



Budaya IPTEK

Ketika berbicara budaya IPTEK, terdapat tiga kemungkinan struktur linguistik dalam pengungkapannya, antara lain:
Budaya IPTEK. Terdapat dua kemungkinan,
o Budaya yang diciptakan oleh IPTEK
o Budaya IPTEK itu sendiri
Budaya melalui IPTEK. Terdapat dua kemungkinan,
o Budaya dengan cara IPTEK
o Budaya yang menyokong IPTEK
Budaya untuk IPTEK. Terdapat dua kemungkinan,
o Budaya yang digerakkan untuk produksi IPTEK
o Budaya yang digerakkan untuk sosialisasi IPTEK
Pada poin terakhir juga terdapat dua kemungkinan,
o Difusi ilmiah dan pendidikan ilmuwan
o Bagian pendidikan yang tidak terkandung pada difusi ilmiah dan pendidikan ilmuwan. Contoh: sistem belajar-mengajar sekolah menengah, pendidikan sarjana, dan pendidikan untuk umum.

Perbedaan tersebut di atas tidak mencakup keseluruhan interaksi yang mungkin terjadi antara masyarakat dengan topik IPTEK dalam suatu sistem kemasyarakatan, namun perbedaan tersebut dapat memberikan kontribusi terhadap pemahaman yang jelas terhadap kompleksitas semantik yang terlibat dalam pengungkapan budaya IPTEK dan fenomena yang disebut sebagai ”masyarakat ilmiah”. Budaya IPTEK sebagai suatu proses dinamis dapat dijelaskan sebagai apa yang disebut dengan spiral budaya IPTEK (Gb. 4). Sumbu horisontal menunjukkan waktu dan sumbu vertikal menunjukkan spasial, serta kategori masing-masing kuadran yang berjalan dinamis, searah jarum jam.



Gb 4. Spiral budaya IPTEK

Proses dimulai pada kuadran I yang menggambarkan proses produksi dan pertukaran informasi ilmiah di antara ilmuwan. Spiral kemudian bergerak ke kuadran II yang menggambarkan proses pendidikan dan pengajaran IPTEK terhadap ilmuwan, dan regenerasi ilmuwan baru. Selanjutnya pada kuadran ketiga yang memperlihatkan kesamaan tindakan dan tujuan dalam pendidikan untuk perkembangan IPTEK kepada masyarakat. Kuadran keempat yang merupakan akhir dari proses dinamis budaya IPTEK, menggambarkan popularisasi atau komunikasi IPTEK terhadap masyarakat. Setiap kuadran dapat diasosiasikan sebagai perkembangan dan evolusi proses dinamis budaya IPTEK yang mengandung tingkatan pemahaman suatu komunitas terhadap IPTEK.

Pada kuadran I, penyampai informasi dan target informasi adalah ilmuwan itu sendiri. Pada kuadran II, ilmuwan dan profesor adalah penyampai informasi dengan target informasi adalah peserta didik. Pada kuadran III, guru, ilmuwan, narator film dokumenter ilmiah bertindak sebagai penyampai informasi dengan target informasi tidak hanya peserta didik, namun juga masyarakat berusia muda. Sedangkan pada kuadran IV, jurnalis dan ilmuwan adalah penyampai informasi dengan target informasi adalah masyarakat luas. Dalam proses dinamis budaya IPTEK, spiral melengkapi siklus evolusi dengan kembali pada posisi sumbu horizontal semula namun tidak kembali tepat pada titik bergerak. Hal tersebut dikarenakan dinamisnya pemahaman masyarakat terhadap IPTEK yang dapat dianalogikan akan terus meningkat seiring dengan waktu. Sama halnya dengan peningkatan jumlah masyarakat dalam suatu komunitas sosial. Sehingga, setiap kuadran akan dimulai dengan pemahaman baru oleh penyampai informasi, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Kesimpulan

Pada akhirnya, budaya IPTEK merupakan sebuah atribut tidak terpisahkan dalam suatu komunitas masyarakat. Karena penekanan utama komunikasi IPTEK adalah kepada proses bagaimana masyarakat dapat memahami IPTEK secara berkesinambungan, masyarakat perlu juga memahami bagaimana bentuk bahasa yang tepat dalam proses pengkomunikasian IPTEK oleh penyampai informasi kepada mereka. Masyarakat melakukan interpretasi terhadap informasi IPTEK disesuaikan dengan pengaruh dari dalam diri setiap individu –tingkat pendidikan, tingkat ekonomi- dan pengaruh dari lingkungan -relevansi sosial dan struktur sosial- yang mempengaruhi seberapa cepat dan akurat informasi IPTEK dapat diterima sesuai dengan tujuannya. Sehingga diperlukan tahapan pengembangan mengenai bagaimana bentuk dan mekanisme komunikasi IPTEK terhadap masyarakat majemuk secara efektif dan efisien yang disesuaikan dengan kearifan lokal dan konteks budaya yang berkembang di masing-masing tatanan masyarakat.

0 komentar:

Posting Komentar