Menu

gambar boleh diambil

Sabtu, 14 Februari 2009

Study Ilmu-ilmu Al-Qur'an

Al-Qur’an adalah mukjizat islam yang abadi dimana semakin maju ilmu pengetahuan, semakin tampak validitas kemukjizatannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala membebaskan manusia dari berbagai kegelapan hidup menuju cahayaIlahi , dan menurunkannya kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, demi membimbing mereka ke jalan yang lurus. Rasulullah menyampaikannya kepada para sahabatnya sebagai penduduk asli arab yang sudah tentu dapat memahami tabiat mereka. Jika terdapat sesuatu yang kurang jelas
bagi mereka tentang ayat-ayat yang mereka terima, mereka langsung menanyakannya kepada Rasulullah.

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud RadhiyallahuAnhu, bahwa ketika turun ayat, "Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat hidayah." (Al-An’am ; 82). Orang - orang yang merasa keberatan dengan ayat tersebut. Lalu mereka bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, mana ada orang yang tidak menzhalimi dirinya?”Beliau menjawab, “Pemahamannya tidak seperti kalian maksudkan, tidaklah kalian mendengar apa yang di katakan seorang hamba yang saleh kepada anaknya: "Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".(Luqman:13)

Adalah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa sallam, memberi tafsiran kepada mereka tentang beberapa ayat. Iman Muslim dan lainnya mengeluarkan hadist yang diriwayatkan dari Uqbah bin Amir, dia berkata, “Saya pernah mendengar Rasulullah membaca di atas mimbar, "Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang ( yang dengan persiapan itu ) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)." Lalu, beliau bersabda, “Ketahuilah, sesunguhnya kekutan ( al-quwwah ) tersebut adalah memanah.” ( Al – Hadist ).

Para sahabat sangat bersemangat untuk mendapatkan pengajaran Al-Q ur’an Al-Karim dari Rasulullah. Mereka ingin menhafal dan memahamim. Bagi mereka ini merupakannya suatu kehormatan. Diriwayatkan dari Anas Radhiyallu Anhu, ia berkata, “Ada seorang laki –laki di antara kami yang apabila membaca surat Al-Baqarah dan Ali-Imran, ia begitu antusia. “ ( HR. Ahmad ). Seiring dengan itu, mereka juga bersungguh-sungguh mengamalkannya dan menegakkan hukum-hukumnya. Abu Abdirrahman As-Sulami meriwayatkan, bahwa orang-orang yang biasa membacakanAl-Qur’an kepada kami, seperti Usman bin Affan dan Abdullah bin Mas’ud, serta yang lainnya;apabila mereka belajar sepuluh ayat dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, mereka enggan melewatinya sebelum memahami dan mengamalkannya. Mereka mengatakan, “Kami mempelajari Al-Qur’an, Ilmu, dan amal sekaligus. ’’

Rasulullah Shallallahu wa Sallam tidak mengizinkan mereka menulis apa selain Al-Qur’an, sebab di takutkan dapat tercampur aduk dengan yang lain. Muslim meriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “jangan sekali-kali menulis apapun dariku maka hapuslah. Sampaikanlah hadistku, tidak masalah. Namun, barangsiapa mendustakan aku dengan sengaja , maka nerakalah tempatnya.” Sekalipun Rasulullah pernah mengizinkan sebagian sahabatnya setelah itu untuk menulis hadits, sesunguhnya hal-hal yang berkaitan dengan Al-Qur’an masih tetap bersandar pada riwayat, yaitu melalui talqin. Demikianlah yang terjadi pada masa Rasul, masa Khalifah Abu Bakar, dan Umar Radhiyallahu Anhuma.

Lalu, pada masa khalifah Utsman Radhiyallahu Anhu, sesuai dengan tuntutan kondisi- seperti yang akan di jelaskan kemudian embut suatu terobosan ijtihad mulia, yaitu demi menyatukan kaum muslimin dengan pedoman satu mushaf yang kemudiandi beri nama mushaf Al-Iman. Selanjutnya, mushaf tersebut dikirim ke berbagi negeri saat itu. Adapun tulisan huruf-hurufnya di sebut sebagai rasm Utsmani, yang dikaitkan dengan Khalifah Ustma. Langkah ini adalah awal munculnya ilmu penulisan rasm Al-qur’an. Kemudian, Khalifah Ali Radhiyallahu Anhu menyuruh Abul Aswad Ad- Duali untuk menggagas kaedah nahwu, demi menjaga adanya kekeliruan dalam mengucapkan dan untuk lebih memantapkan bagi pembacaan Al- Qur’an. Hal ini di angap sebagai cikal bakal dari munculnya ilmu i’rab Al- Qur’an.

Para sahabat pun meneruskan tradisi memahami makna- makna Al- Qur’an dan tafsirnya sesuai dengan kondisi mereka masing- masing; baik kemampuan yang berbeda dalam memahami maupun intensitas dalam kedekatannya dengan Rasulullah. Selanjutnya, dalam kondisi demikianlah murid-murid para sahabat dari kalangan tabi’in mengambil ilmu dari mereka. Di antara para mufassir terpopuler di kalangan sahabat Nabi adalah; empat khalifah, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al-Asy’ ari dan Abdullah bin Az- Zubair.

Cukup banyak riwayat- riwayat tentang tafsir yang diriwayatkan dari beberapa sahabat semisal; Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab. Dan biasanya apa yang diriwayatkan dari mereka tidaklah selalu mengandung tafsir Al-Qur’an secara utuh, tetapi masih berkisar tentang makna-makna beberapa ayat, serta penjelasan ayat yang masih samar dan global.

Adapun dari kalangan tabi’in, tidak sedikit yang menimba dari sahabat, dan kemudian melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat. Di antara murid- murid Ibnu Abbas yang cukup termasyhur adalah Said bin Jubair, Mujahid, Ikrimah maula Idnu Abbas, Thawus bin Kisan Al- Yamani dan Atha’ bin Abi Rabah. Murid Ubay bin Ka’ab yang populer di madinah adalah Zaid bin Aslam, Abul Aliyah, dan Muhammad bin Ka’ab Al-Qurazhi. Di Irak terdapat beberapa murid Abdullah bin mas’ud yang juga terkenal sebagai mufassir. Mereka yaitu; Algamah bin Qais, Masruq bin Al-Ajda, Aswad bin Yazid, Amir Asy- Sya’bi, Hasan Al- bashri, dan Qatadah bin Di’amah As-Sadusi.

Menurut Ibnu Taimiah, ada beberapa orang yang terkemuka dalam bidang tafsir ini di Makkah. Mereka adalah sahabat - sahabat Ibnu Abbas seperti; Mujahit, Atha’ bin Abi Rabah, Ikrimah maula Ibnu Abbas, Thawus bin Kisan, Abu Asy- Sya’ tsa”Said bin Jubair, dan lain- lain. Demikian juga tafsir di Madinah, yaitu; Zaid bin Aslam (guru Iman Malik ), Abdurrahman bin Zaid, dan Abdullah bin Wahab. Adapun jenis ilmu yang di riwayatkan dari mereka itu mencakup; ilmu tafsir, ilmu gharib Al- Qur’an, ilmu asbab an- nuzul, ilmu Makkiyah- Madaniyah, dan ilmu nasikh- mansukh. Tetapi, semua ini di riwayatkan dengan cara talqin (belajar lansung dari guru).

Abad kedua hijriyah adalah masa kodifikasi. Mul-mula kodifikasi hadist dengan metode penggunan bab –bab yang kurang sistematik. Semuanya mencakup segala yang berkaitan dengan tafsir. Sebagian ulama menyatukan tafsir yang di riwayatkan tanpa melihat apakah itu berasal dari Nabi, sahabat atau tabi’in. Tokoh- tokoh yang melakukan kodifikasi itu di antaranya Yazid bin harun As - sulami (wafat 117 H), Syu’bah bin Al- Hajjaj, (wafat 160 H), Waki’ bin Al-Jarrah (wafat 197 H), Sufyan bin Uyainah (wafat 198 H) dan Abdul Razzag bin Hammam (wafat 221 H). Kesemua ulama itu dasarnya termasuk ulama hadist. Hinga sekarang kita belum menemui penjelasan - penjelasan tafsir mereka dalam berbagai kitab.

Pada masa selanjutnya, sekelompok ulama melakukan penafsiran secara komprehensif terhadap Al - Qur’an sesuai terbitnya ayat yang ada dalam mushaf. Di antara mereka yang terkenal adalah Ibnu Jarir Ath- Thabari (wafat 310 H). Demikianlah, melalui proses kodofikasi, tapi masih masuk dalam bab- bab hadist. Lalu pada tahap berikutnya dikodifikasikan secara mandiri. Kemudian muncul tafsir bil ma’tsur (yang mengunakan pertama kali tafsir dilakukan dengan metode dari mulut- ke mulut dan periwayatan, lalu dalil - dalil dari Al- Qur’an, hadist Nabi, serta perkataan para sahabat dan salafushshalih) dan tafsir bir - ra’yi (yang mengunakanakal atau pendapat pribadi). Dalam bidang ilmu tafsir muncul karya-karya tematik yang berkaitan dengan tafsir Al-Qur’an yang cukup penting bagi seorang muffasir. Ali bin Al-Madini, guru iman Al- Bukhari (wafat 234 H), menulis tentang asbab an- nuzul. Abu Ubaid Al-Qasim bin Sallam (wafat 224 H) melahirkan karya nasikh mansukh dan masalah qirrat. Ibnu Qutaibah (wafat 275) menulis masalah problema Al Qur’an (Musykil Al Qur’an). Mereka itu merupakan para ulama abad ketiga hijriah.

Pada abad keempat hijriah, juga tidak sedikit yang menulis tentang masalah terkait: Muhammad bin Khalaf bin Al – Marzuban (wafat 309 H), menulis sebuah kitab “ Al – Hawi fi ` Ulumi Al- Qur’an, “ Abu Bakar Muhammad Al- Qasim Al- Ambari (wafat 309 H) menulis kitab “Ulum Al- Qur’an, “Abu Bakar As- Sijistani (wafat 388 H) menulis kitab “Al- Istighna fi ‘Ulum Al- Qur’an". Kemudian banyak karya- karya ulama yang muncul melanjutkan pengkajian dalam disiplin ulumul Qur’an. Abu Bakar Al- Baqillani (wafat 403 H) menulis kitab “I’jaz fi ‘Ulum Al-Qur’an, “Ali bin Ibrahim bin Said Al- Hufi (wafat 430 H) memunculkan kitab “I’rab Al- Qur’an,“ Al-Mawardi (wafat 450 H) menulis tentang “Amtsal Al-Qur’an, Izzuddin bin Abdissalam (wafat 660 H) menulis “Fi Majaz Al-Qur’an” dan ‘Alamuddin As-Syakhawi (wafat 751 H) menulis “ Ilmu Al Qira’at,” tak ketinggalan Ibnul Qayyim (wafat 751 H) melahirkan kitab “Aqsam Al-Qur’an.” Inilah sejumlah karya ulama yang telah mengkaji ilmu-ilmu Al-Qur’an yang saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya.

Karya-karya ulama itu telah dirangkum dalam satu karya besar sebagaimana yang telah disinyalir oleh Az-Zarqani dalam kitabnya Manahil Al-‘Irfan fi “Ulumul Qur’an” (Manahil Al-‘Irfan fi “Ulumul Qur’an, I/27 dan seterusnya), bahwa di dalam A-Kutub Al-Mishriyah ada sebuah kitab karya Ali bin Ibrahim bin Said, terkenal dengan nama Al-Hufi, Nama kitab tersebut “Al-Burhan fi ‘Ulumil Qur-an”, terdiri dari 30 jilid. Di dalamnya terdapat 15 jilid yang mana disana penulisnya menyebut ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan tertib mushaf yang mencakup pembahasan Ulumul Qur’an. Di satu sisi penulis memberikan tajuk yang terkait dengan masalah I’rab, pembahasan di dalamnya menyangkut tentang gramatika (nahwu) dan kebahasaan. Dalam masalah ma’na dan tafsir, ia menjelaskan dengan metode tafsir bil ma’tsur dan ma’qul. Kemudian, ia membahas masalah al-waqf dan at-tamam, terkadang ia membahas masalah qiraat ini dalam topik tersendiri. Di sisi lain ia juga membicarakan tentang masalah hukum yang diistinbatkan dari ayat-ayat yang dijelaskannya.

Dengan metodologi semacam ini, Al-Hufi bisa dianggap sebagai orang pertama yang merumuskan kodifikasi ilmu-ilmu Al-Qur’an, walaupun kodifikasi ini termasuk dalam model yang khusus, sebagaimana telah disebutkan.
Lalu Ibnul Jauzi (wafat 507 H) mengikuti jejak Al-Hufi. Ia menulis kitab “Funun Al-Afnan fi ‘Aja'ibi ‘Ulumul Qur’an”. Jalaluddin Al-Balqini (wafat 824 H) menulis “Mawaqi’ An-Nujum”, menambahi sedikit kitab Az-Zarkasyi. Kemudian, Jalaluddin As-Suyuthi (wafat 911 H) dengan kitabnya yang cukup terkenal yaitu “Al-Itqan fi ‘Ulumul Qur’an.”
Dalam konteks modern, studi ilmu-ilmu Al-Qur’an tetap tidak kalah menarik dengan ilmu-ilmu lain. Orang –orang yang berkompeten dengan gerakan pemikiran islam terus berupaya menemukan rumusan kajian-kajian Al-Qur’an yang relevan dengan perkembangan zaman, seperti kitab “I’jazul Qur’an” karya Musthafa Shadiq Ar-Rafi’i, kitab saya sendiri “At-Tashwir Al-Fanni fi Al-Qur’an karya Sayyid Qutbh, Tarjamah Al-Qur’an karya Syaikh Muhammad Musthafa’ Al-Maraghi, termasuk pembahasan tentang buku tersebut oleh Muhibbudin Al-khatib, “Mas’alatu Tarjamah Al-Qur’an” oleh Musthafa Shabri, “An-Naba’ Al’Azhim” karya DR. Muhammad Abdullah Darraz, dan buku pengantar tafsir “Mahasin At-Ta’wil” yang ditulis oleh Jamaluddin Al-Qasimi.

Juga syaikh Thahir Al-Jazairi menulis satu buku “At-Thibyan fi ‘Ulumul Qur’an,” Syaikh Muhammad Ali Salamah menerbitkan “Manhaj Al-Furqan fi ‘Ulumul Qur’an,” Syaikh Muhammad Abdul Azhim Az-Zarqani sendiri menulis “Manahil Al-‘Irfan fi ‘Ulumul Qur’an,” Syaikh Ahmad Ali memunculkan buku “Mudzakkirah fi ‘Ulumul Qur’an.” Buku ini dijadikan buku pegangan di fakultas tempat dia mengajar, pada jurusan da’wah dan bimbingan (Qism Ad-Da’wah wal “irsyad), yang terakhir adalah karya DR. Subhi Shaleh “Mabahits fi Ululmul Qur’an” dan “Abhats ‘Ala Ma'idah” Al-Qur’an karya Ustadz Ahmad Muhammad Jamal.

Inilah beberapa kajian yang dikenal sebagai studi ilmu-ilmu Al-Qur’an. Sekarang, kita beralih kepada definisi singkat tentang ‘Ulumul Qur’an. ‘Ulum adalah bentuk plural dari ‘ilm. ‘ilm sendiri maknanya Al-fahmu Al-Idrak (pemahaman dan pengetahuan). Kemudian, pengertiannya dikembangkan kepada kajian berbagai masalah yang beragam dengan standar ilmiah. Dan yang dimaksud dengan ‘Ulumul Qur’an, yaitu suatu ilmu yang mencakup berbagai kajian yang berkaitan kajian-kajian Al-Qur’an seperti, pembahasan tentang asbabun nuzul, pengumpulan Al-Qur’an dan penyusunannya, masalah makiyah dan madaniyah, nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabihat, dll.
Kadang-kadang ulumul Qur’an ini juga disebut ushul at-tafsir (dasar-dasar/prinsip-prinsip penafsiran), karena memuaut berbagai pembahasan dasar atau poko yang wajib dikuasai dalam menafsirkan Al-Qur’an.

0 komentar:

Posting Komentar